Tradisi Dugderan di Semarang memiliki makna penting dan perlu dilestarikan. Prof Noor Achmad, Guru Besar UIN Walisongo Semarang, menyampaikan tiga alasan utama mengapa tradisi ini harus dipertahankan.
Pertama, Dugderan merupakan warisan budaya yang kaya nilai sejarah. Tradisi ini telah berlangsung sejak zaman pemerintahan Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Ario Purbaningrat. Dimulai pada tahun 1881, Dugderan menandai dimulainya bulan suci Ramadhan dengan prosesi yang unik dan meriah.
Kedua, Dugderan memiliki nilai budaya yang tinggi. Prosesi arak-arakan yang menampilkan berbagai kesenian dan simbol-simbol keagamaan mencerminkan kekayaan budaya lokal Semarang. Kehadiran Warak Ngendog, sosok mitologi perpaduan budaya Arab, China, dan Jawa, menjadi ikon yang memperkuat identitas budaya Semarang.
Ketiga, Dugderan berdampak positif pada perekonomian masyarakat. Perayaan ini menjadi daya tarik wisata yang mampu meningkatkan pendapatan para pedagang dan pelaku usaha kecil dan menengah. Hal ini menunjukkan bahwa pelestarian budaya juga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Dengan demikian, melestarikan Dugderan bukan hanya tentang menjaga tradisi, tetapi juga tentang menghargai sejarah, melestarikan budaya, dan meningkatkan perekonomian masyarakat Semarang.
