Suasana Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani Semarang kini jauh berbeda dibandingkan sebelum pandemi. Kondisi bandara yang dulunya ramai, kini terlihat sepi bak kuburan. Kelesuan ini berdampak langsung pada para tenant yang beroperasi di dalam bandara. Mereka mengeluhkan minimnya jumlah penumpang yang berimbas pada penurunan omzet secara drastis.
Para pelaku usaha di bandara mengaku kesulitan untuk bertahan di tengah kondisi ini. Pendapatan mereka anjlok signifikan, sementara biaya operasional tetap berjalan. Beberapa tenant bahkan terpaksa gulung tikar karena tidak mampu menanggung beban kerugian yang terus menerus.
Sebelum pandemi, bandara ini selalu ramai oleh aktivitas penumpang. Berbagai gerai makanan, minuman, dan oleh-oleh pun laris manis. Namun, kini pemandangan tersebut telah berubah. Tenant-tenant harus berjuang keras untuk menarik minat sedikit penumpang yang ada.
Keluhan para tenant ini menggambarkan betapa besar dampak pandemi terhadap sektor penerbangan dan bisnis turunannya. Mereka berharap ada solusi konkret dari pihak pengelola bandara untuk mengatasi masalah ini. Beberapa usulan yang disampaikan antara lain keringanan biaya sewa dan promosi untuk menarik minat masyarakat kembali menggunakan jasa transportasi udara.
Kondisi sepi ini menjadi tantangan besar bagi pengelola bandara dan para tenant. Diperlukan upaya bersama untuk kembali menghidupkan aktivitas di Bandara Ahmad Yani Semarang dan memulihkan perekonomian di sektor ini.

Kategori: bisnis, ekonomi, transportasi
Tag:ahmad yani, bandara, bisnis, ekonomi, gulung tikar, omzet, penerbangan, semarang, sepi, tenant, transportasi