Ratusan buruh PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIT) atau Sritex terlihat memadati Pengadilan Negeri (PN) Semarang pada Senin (20/1/2025). Kehadiran mereka adalah untuk memantau jalannya rapat kreditur dengan agenda pembahasan proposal perdamaian yang diajukan oleh perusahaan tekstil tersebut. Suasana tegang dan harap-harap cemas tampak jelas di wajah para buruh yang khawatir akan nasib pekerjaan mereka.
Sritex, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, tengah berjuang menghadapi proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Perusahaan ini mengajukan proposal perdamaian kepada para krediturnya sebagai upaya untuk merestrukturisasi utang dan menghindari kebangkrutan. Nasib ribuan buruh Sritex bergantung pada hasil dari rapat kreditur ini.
Para buruh yang hadir datang dari berbagai unit produksi Sritex. Mereka berharap proposal perdamaian dapat diterima oleh para kreditur. Diterimanya proposal perdamaian berarti perusahaan dapat melanjutkan operasionalnya dan mempertahankan lapangan pekerjaan mereka. Sebaliknya, jika proposal perdamaian ditolak, Sritex terancam pailit dan ribuan buruh terancam kehilangan pekerjaan.
Kecemasan para buruh semakin bertambah mengingat kondisi ekonomi yang sedang sulit. Mencari pekerjaan baru di tengah kondisi seperti ini bukanlah hal yang mudah. Bagi sebagian besar buruh, Sritex merupakan satu-satunya sumber penghidupan bagi keluarga mereka.
Rapat kreditur berlangsung alot dengan berbagai pertimbangan dan negosiasi antara pihak Sritex dan para kreditur. Para buruh dengan sabar menunggu di luar ruang sidang, sesekali berdiskusi dan saling menguatkan. Mereka berharap ada kabar baik yang bisa dibawa pulang setelah rapat selesai.
Beberapa perwakilan buruh juga sempat menyampaikan aspirasi mereka kepada pihak manajemen Sritex dan tim pengurus PKPU. Mereka memohon agar perusahaan dapat diselamatkan dan pekerjaan mereka tetap terjaga. Harapan mereka sederhana, yaitu dapat terus bekerja dan menafkahi keluarga.
Hasil dari rapat kreditur ini akan sangat menentukan masa depan Sritex dan ribuan buruhnya. Jika proposal perdamaian disetujui, perusahaan memiliki kesempatan untuk bangkit kembali dan melanjutkan operasinya. Namun, jika ditolak, maka proses kepailitan akan berlanjut dan nasib para buruh semakin tidak menentu.
Situasi ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keberlangsungan usaha dan melindungi hak-hak pekerja. Semoga ada solusi terbaik bagi Sritex dan para buruhnya, sehingga mereka dapat melewati masa sulit ini dan kembali produktif.
Kehadiran para buruh di PN Semarang menunjukkan betapa pentingnya peran serta mereka dalam proses PKPU ini. Mereka tidak hanya pasif menunggu, tetapi juga aktif memantau dan memperjuangkan hak-hak mereka. Solidaritas dan semangat juang para buruh Sritex patut diapresiasi.
Semoga kasus Sritex ini dapat menjadi pembelajaran bagi perusahaan lain untuk lebih bijaksana dalam mengelola keuangan dan memperhatikan kesejahteraan karyawan. Keberhasilan suatu perusahaan tidak hanya diukur dari keuntungan semata, tetapi juga dari kemampuannya dalam menjaga keberlangsungan usaha dan memberikan dampak positif bagi masyarakat, termasuk para pekerjanya.
Menunggu keputusan rapat kreditur, para buruh Sritex tetap berharap dan berdoa agar perusahaan tempat mereka menggantungkan hidup dapat diselamatkan. Mereka berharap dapat terus bekerja dan menafkahi keluarga. Kecemasan dan harapan bercampur menjadi satu, menanti keputusan yang akan menentukan nasib mereka.
Rapat kreditur ini menjadi penentu bagi kelangsungan hidup ribuan keluarga yang bergantung pada Sritex. Semoga ada jalan keluar terbaik bagi semua pihak, sehingga Sritex dapat kembali beroperasi dan para buruh dapat kembali bekerja dengan tenang.

Kategori: ekonomi, hukum, ketenagakerjaan
Tag:bisnis, buruh, ekonomi, jawa tengah, kreditur, pailit, pn semarang, rapat kreditur, semarang, sritex, tekstil