Aksi demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) di depan Gedung DPRD Jawa Tengah, Semarang, berakhir ricuh. Bentrokan terjadi antara demonstran dan aparat kepolisian. Akibatnya, lima orang demonstran ditangkap oleh pihak kepolisian.
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Semarang, mengecam tindakan represif aparat kepolisian dalam menangani aksi demonstrasi tersebut. Ia menuntut agar kelima demonstran yang ditangkap segera dibebaskan.
“Kami mengecam keras tindakan represif aparat kepolisian terhadap demonstran yang menyampaikan aspirasinya secara damai. Penangkapan ini merupakan bentuk pembungkaman terhadap suara rakyat yang kritis terhadap kebijakan pemerintah,” katanya.
Ia menjelaskan, aksi demonstrasi tersebut merupakan bentuk penolakan terhadap RUU TNI yang dinilai kontroversial dan berpotensi mengancam demokrasi serta hak asasi manusia. Beberapa poin dalam RUU TNI yang menjadi sorotan antara lain perluasan kewenangan TNI di luar pertahanan negara, kemungkinan dwifungsi TNI, serta minimnya mekanisme pengawasan terhadap TNI.
“RUU TNI ini sangat berbahaya bagi demokrasi kita. Jika disahkan, TNI bisa kembali masuk ke ranah sipil dan mengulangi sejarah kelam masa lalu. Kami menuntut agar pemerintah membatalkan RUU TNI ini,” tegasnya.
Hingga saat ini, kelima demonstran yang ditangkap masih menjalani pemeriksaan di kepolisian. BEM Universitas Semarang menyatakan akan terus mengawal kasus ini dan memberikan pendampingan hukum kepada para demonstran.

Kategori: hukum, keamanan, politik
Tag:bem, demo, demokrasi, demonstran, HAM, kepolisian, penangkapan, represif, ricuh, ruu tni, semarang