Dugderan, tradisi menyambut bulan suci Ramadhan di Semarang, kini memiliki makna baru bagi sebagian muda-mudi. Tak hanya sekadar menikmati kemeriahan festival, mereka juga memanfaatkan momen ini untuk mencari jodoh. Tren yang disebut "Dugderan Date" ini menjadi viral di media sosial.
Para muda-mudi ini biasanya janjian untuk bertemu di lokasi Dugderan. Mereka menikmati berbagai wahana dan kuliner yang tersedia sambil berkenalan lebih dekat. Suasana meriah dan penuh warna warni Dugderan dianggap menjadi latar belakang yang menarik untuk memulai sebuah perkenalan.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana tradisi dan budaya dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman. Dugderan yang dulunya hanya sebuah perayaan keagamaan, kini juga menjadi ajang sosialisasi dan bahkan pencarian jodoh. Meskipun terbilang baru, tren "Dugderan Date" ini cukup menarik perhatian dan banyak diperbincangkan di kalangan anak muda Semarang.
Bagi sebagian orang, "Dugderan Date" dianggap sebagai cara yang unik dan menyenangkan untuk bertemu dengan orang baru. Suasana festival yang ramai dan meriah membuat interaksi terasa lebih santai dan alami. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa Dugderan sebaiknya tetap difokuskan pada esensi aslinya sebagai tradisi menyambut Ramadhan.
Terlepas dari pro dan kontra, "Dugderan Date" menjadi bukti kreativitas anak muda dalam memanfaatkan momen. Apakah tren ini akan terus berlanjut atau hanya sementara, waktu yang akan menjawabnya. Yang pasti, Dugderan tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi warga Semarang, baik untuk merayakan tradisi maupun untuk mencari jodoh.
