Semarang kembali meriah dengan digelarnya kirab budaya Dugderan, sebuah tradisi tahunan yang menandai dimulainya bulan suci Ramadhan. Ribuan warga tumpah ruah di jalan-jalan protokol untuk menyaksikan arak-arakan yang kaya akan seni dan budaya lokal.
Berbagai macam pertunjukan ditampilkan dalam kirab ini, mulai dari drumband, barongsai, gunungan hasil bumi, hingga replika Warak Ngendog, makhluk mitologi khas Semarang yang menjadi ikon Dugderan. Warak Ngendog sendiri merupakan simbol akulturasi budaya Tionghoa, Arab, dan Jawa yang menyatu dalam masyarakat Semarang.
Antusiasme warga terlihat dari ramainya penonton yang memadati sepanjang rute kirab. Mereka bersemangat mengabadikan momen tersebut dengan kamera ponsel. Suasana semakin meriah dengan hadirnya pedagang kaki lima yang menjajakan berbagai macam makanan dan minuman.
Kirab Dugderan bukan hanya sekadar perayaan penyambutan Ramadhan, tetapi juga menjadi simbol kerukunan dan toleransi antarumat beragama di Semarang. Acara ini menjadi bukti nyata bahwa keberagaman budaya dapat hidup berdampingan secara harmonis.
Dugderan juga menjadi ajang untuk melestarikan warisan budaya leluhur. Generasi muda dapat belajar dan mengenal lebih dekat tradisi yang telah diwariskan secara turun temurun ini. Diharapkan, Dugderan dapat terus dipertahankan dan menjadi daya tarik wisata budaya di Kota Semarang.

Kategori: agama, budaya, festival
Tag:dugdheran, dugdregan, jawa tengah, kirab budaya, ramadhan, semarang, tradisi, warak ngendog