Semarang memiliki sebuah tradisi unik dalam menyambut bulan Ramadan, yaitu menikmati Bubur India. Kuliner ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Semarang selama lebih dari seratus tahun. Kehadirannya bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga simbol toleransi dan akulturasi budaya yang menghiasi Kota Semarang.
Setiap sore menjelang berbuka puasa, warga Semarang, khususnya di Kampung Sekayu, rela mengantre untuk mendapatkan semangkuk bubur yang kaya rempah ini. Aroma harum kapulaga, cengkeh, kayu manis, dan rempah-rempah lainnya menguar, menambah semarak suasana Ramadan.
Bubur India Semarang berbeda dengan bubur pada umumnya. Teksturnya lebih kental dan kaya rasa. Isiannya pun beragam, mulai dari kacang hijau, ketan hitam, bubur gandum, hingga potongan daging ayam atau sapi. Perpaduan rasa gurih, manis, dan aroma rempah yang khas menciptakan cita rasa unik yang sulit dilupakan.
Tradisi Bubur India ini bermula dari akulturasi budaya antara masyarakat India Muslim dengan penduduk lokal. Resep bubur ini diwariskan turun temurun dan tetap lestari hingga kini. Keluarga yang secara turun temurun membuat bubur ini menjaga kualitas rasa dan tradisi pembuatannya agar tetap otentik.
Keberadaan Bubur India bukan hanya sekadar tradisi kuliner, tetapi juga menjadi perekat sosial antarwarga. Masyarakat dari berbagai latar belakang dan keyakinan datang bersama untuk menikmati bubur ini, menciptakan suasana kebersamaan yang harmonis.
Bagi warga Semarang, Bubur India bukan hanya hidangan berbuka puasa, melainkan juga bagian dari identitas budaya kota. Tradisi ini menjadi bukti nyata kerukunan dan toleransi antarumat beragama yang telah terjalin sejak lama di Semarang. Keberlanjutan tradisi ini menjadi harapan agar nilai-nilai luhur tersebut tetap terjaga dan diwariskan kepada generasi mendatang.
